Thursday, October 6, 2011

Pelanggaran HAM dalam Film Jamila dan Sang Presiden

Tulisan ini saya buat semata-mata hanya untuk mata kuliah HAM dan Demokrasi di Rusia, walaupun studi kasusnya bukan terjadi dalam ruang lingkup Rusia, tapi masih menyinggung masalah HAM, selamat membaca :)


Data Film Jamila dan Sang Presiden

Jenis Film         : Drama
Produser          : Ratna Sarumpaet, Ram Punjabi
Sutradara         : Ratna Sarumpaet, Sam Sarumpaet
Penulis             : Ratna Sarumpaet
Pemeran          : Atiqah Hasiholan, Fauzi Baadilla, Surya Saputra, Adjie Pangestu, Christine Hakim, Eva Celia Latjuba, Jajang C. Noer, Ria Irawan.
Produksi          : Satu Merah Panggung/ MVP Pictures
Durasi             : 87 Menit
Tanggal Edar   : Kamis, 30 April 2009

Sinopsis Film Jamila dan Sang Presiden
Film yang diadaptasi dari drama panggung Pelacur dan Sang Presiden karya Ratna Sarumpaet mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Jamila (Atiqah Hasiholan), seorang pelacur yang sejak kecil telah menjadi korban human trafficking. Cerita bergulir maju-mundur, Jamila kecil hampir dijual oleh Ayahnya sendiri kepada mucikari, beruntung sang Ibu berhasil menyelamatkan anaknya dan kemudian menitipkannya dirumah Ibu Wardiman (Jajang C. Noer), salah satu keluarga terhormat di Jakarta. Disana, Jamila mulai hidup berkecukupan, dapat menikmati sekolah, belajar mengaji, dan tekun sholat. Sayangnya setelah dewasa keindahan tubuh Jamila membuat dua orang laki-laki dari keluarga Wardiman tergiur. Tanpa sepengetahuan Ibu Wardiman, Jamila digilir setiap malam oleh kedua lelaki tersebut hingga akhirnya berujung pada pembunuhan kedua lelaki itu oleh Jamila yang merasa sudah tidak tahan dengan perlakuan tersebut, Jamila akhirnya kabur melarikan diri. Dalam pelariannya, Jamila dikira sebagai salah satu PSK diskotek yang dilewatinya, kemudian sampai cukup besar Ia dirawat oleh Susi (Ria Irawan) seorang PSK yang baik hati. Demi adiknya yang bernama Fatimah, Jamila rela bekerja. Tapi sayangnya disaat itulah Jamila akhirnya benar-benar terjerumus pada praktek prostitusi.
Kisahpun berlanjut pada perdagangan anak, sang adik juga terjerat dalam sindikat prostitusi anak di Kalimantan. Dalam perjalanannya mencari ketentraman hidup dan cinta kasih, Jamila pun menemukan seseorang pria baik hati yang bisa menjaganya, dia adalah seorang menteri bernama Nurdin (Adjie Pangestu). Jamila merasa sangat dihargai dan dicintai selama bersama Nurdin. Hingga suatu ketika masalah statuspun  menjadi impian Jamila, namun hal itu tidak dapat terjadi karena sang menteri telah membuat Jamila kecewa. Hingga akhirnya terjadi pertengkaran antara Jamila dan Nurdin yang berujung dengan kematian Nurdin. Kasus pembunuhan yang menimpa Nurdin menjadi berita yang sangat kontroversial, ditambah lagi dengan sikap Jamila yang menolak untuk mengajukan grasi kepada Presiden. Seorang penulis bernama Ibrahim yang mencintai Jamila berjuang untuk membelanya dengan mengirimkan pengacara untuknya, tapi sayangnya selalu saja ditolak. Kehadiran Ketua Golongan Fanatik menekan pemerintah untuk mengganjar Jamila dengan hukuman mati. Jamila akhirnya dijebloskan kedalam penjara khusus perempuan. Penjara tersebut dikepalai oleh Ibu Ria (Christine Hakim), seorang sipir yang dikenal sangat tegas dan ditakuti. Saat di dalam penjara, Jamila mendapatkan perlakuan yang kasar dari Ibu Ria.
Bentuk pelanggaran HAM yang terjadi dalam Film Jamila dan Sang Presiden


Dalam film ini terdapat beberapa bentuk pelanggaran HAM yang terjadi, diantaranya masalah perdagangan manusia (Human Trafficking), kekerasan terhadap wanita hingga posisi wanita yang menjadi barang komoditas (Woman Abuse). Pelanggaran ini merupakan masalah sosial yang sampai sekarang masih jadi tantangan terberat bangsa Indonesia untuk menyelesaikannya. Keadilan yang seharusnya didapatkan Jamila kecil sama sekali tidak Ia dapatkan, Jamila kecil selayaknya mendapatkan pendidikan yang layak sebagai Hak-nya, tetapi yang Ia dapatkan justru perlakuan tidak berkeprimanusiaan dari orang-orang terdekatnya, termasuk Ayahnya yang berniat menjualnya kepada mucikari. Kemudian kasus yang menimpa adik Jamila yang terjerat praktek prostitusi, Fatimah yang masih dibawah umur harus bernasib tragis terjebak dalam rumah bordil di kalimantan. Selain itu, pelanggaran HAM lainnya juga terjadi pada saat Jamila dipenjara, perlakuan kasar seorang sipir terhadap dirinya.
Dalam bukunya, Zeffry menungkapkan bahwa Komnas HAM telah memberikan sumbangan berarti bagi pertumbuhan kesadaran demokrasi dan HAM, khususnya bagi penyadaran terhadap hak masyarakat yang teraniaya (Zeffry, 2010: 96), tapi dalam kasus Jamila, Ia merasa dirinya sudah terlampau teraniaya hingga merasa bahwa Hak dirinya sebagai warga negara yang baik sudah tidak dimilikinya, apalagi setelah serentetan pembunuhan yang Ia lakukan, mulai dari pembunuhan terhadap dua pria keluarga Wardiman, pembunuhan Nurdin Sang Menteri yang sebenarnya tidak disengaja, hingga pembunuhan laki-laki yang menyengsarakan adiknya di rumah bordil kalimantan. Dalam kasus seperti ini sebenarnya posisi Jamila adalah seorang korban, tetapi dalam pandangan masyarakat kebanyakan, Jamila dilihat sebagai seorang pelacur biasa yang melakukan pembunuhan secara sengaja.  
Jika mengacu pada definisi bahwa Hak asasi manusia merupakan sesuatu yang melekat pada semua orang setiap saat, hak yang tak dapat dibeli, dan hak yang dimiliki karena semata-mata sebagai manusia yang bermartabat (Zeffry, 2010: 2), memang seharusnya Jamila bisa mengajukan Hak Grasinya terhadap Presiden namun sayangnya keidealisannya terhadap pemahaman oknum pemerintahan yang pernah membuatnya kecewa membuat Ia juga enggan meminta perpanjangan masa tahanannya, kekecewaan tidak ingin Ia rasakan untuk keduakalinya, keputusan terhadap hukuman mati tetap ia jalani. Baginya hak-nya untuk hidup bahagia, aman, dan tentram sudah tak bisa lagi Ia dapatkan. Mengharapkan grasi dari Presiden pun tak akan menolongnya untuk hidup dengan hak yang layak. Kisah hidupnya yang diwarnai oleh kasus Human Trafficking dan Woman Abuse serta bayang-bayang kelam praktek prostitusi yang terjadi dalam negerinya membuat Ia merasa putus asa. Jamila merasa hukuman mati sudah pantas untuk dirinya.
 
 Sumber
Alkatiri, Zeffry. 2010. Belajar Memahami HAM. Jakarta: RUAS
Review Film Jamila dan Sang Presiden dalam http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-j021-09-843460/jamila-dan-sang-presiden#.Torf8nKU5dg diunduh pada hari senin, 3 Oktober 2011 pukul 18:07

1 comment: