Data
Film Jamila dan Sang Presiden
Jenis
Film : Drama
Produser : Ratna Sarumpaet, Ram Punjabi
Sutradara : Ratna Sarumpaet, Sam Sarumpaet
Penulis
: Ratna Sarumpaet
Pemeran : Atiqah
Hasiholan, Fauzi
Baadilla, Surya Saputra, Adjie
Pangestu, Christine
Hakim, Eva Celia Latjuba, Jajang C. Noer, Ria Irawan.
Produksi : Satu Merah Panggung/ MVP Pictures
Durasi : 87 Menit
Tanggal Edar : Kamis, 30 April 2009
Sinopsis Film Jamila dan
Sang Presiden
Film
yang diadaptasi dari drama panggung Pelacur dan Sang Presiden karya
Ratna Sarumpaet mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Jamila (Atiqah
Hasiholan), seorang pelacur yang sejak kecil telah menjadi
korban human trafficking. Cerita
bergulir maju-mundur, Jamila kecil hampir dijual oleh Ayahnya sendiri kepada
mucikari, beruntung sang Ibu berhasil menyelamatkan anaknya dan kemudian
menitipkannya dirumah Ibu Wardiman (Jajang
C. Noer),
salah satu keluarga terhormat di Jakarta. Disana, Jamila mulai hidup
berkecukupan, dapat menikmati sekolah, belajar mengaji, dan tekun sholat.
Sayangnya setelah dewasa keindahan tubuh Jamila membuat dua orang laki-laki
dari keluarga Wardiman tergiur. Tanpa sepengetahuan Ibu Wardiman, Jamila
digilir setiap malam oleh kedua lelaki tersebut hingga akhirnya berujung pada
pembunuhan kedua lelaki itu oleh Jamila yang merasa sudah tidak tahan dengan
perlakuan tersebut, Jamila akhirnya kabur melarikan diri. Dalam pelariannya, Jamila
dikira sebagai salah satu PSK diskotek yang dilewatinya, kemudian sampai cukup
besar Ia dirawat oleh Susi (Ria Irawan) seorang PSK yang baik hati. Demi
adiknya yang bernama Fatimah, Jamila rela bekerja. Tapi sayangnya disaat itulah
Jamila akhirnya benar-benar terjerumus pada praktek prostitusi.
Kisahpun
berlanjut pada perdagangan anak, sang adik juga terjerat dalam sindikat
prostitusi anak di Kalimantan. Dalam perjalanannya mencari ketentraman hidup
dan cinta kasih, Jamila pun menemukan seseorang pria baik hati yang bisa
menjaganya, dia adalah seorang menteri bernama Nurdin (Adjie
Pangestu). Jamila merasa sangat dihargai dan dicintai selama
bersama Nurdin. Hingga suatu ketika masalah statuspun menjadi impian Jamila, namun hal itu tidak
dapat terjadi karena sang menteri telah membuat Jamila kecewa. Hingga akhirnya
terjadi pertengkaran antara Jamila dan Nurdin yang berujung dengan kematian
Nurdin. Kasus pembunuhan yang menimpa Nurdin menjadi berita yang sangat kontroversial,
ditambah lagi dengan sikap Jamila yang menolak untuk mengajukan grasi kepada
Presiden. Seorang penulis bernama Ibrahim yang mencintai Jamila berjuang untuk
membelanya dengan mengirimkan pengacara untuknya, tapi sayangnya selalu saja
ditolak. Kehadiran Ketua Golongan Fanatik menekan pemerintah untuk mengganjar
Jamila dengan hukuman mati. Jamila akhirnya dijebloskan kedalam penjara khusus
perempuan. Penjara tersebut dikepalai oleh Ibu Ria (Christine
Hakim), seorang sipir yang dikenal sangat tegas dan
ditakuti. Saat di dalam penjara, Jamila mendapatkan perlakuan yang kasar dari
Ibu Ria.
Bentuk
pelanggaran HAM yang terjadi dalam Film Jamila dan Sang Presiden
Dalam film ini terdapat
beberapa bentuk pelanggaran HAM yang terjadi, diantaranya masalah perdagangan manusia
(Human Trafficking), kekerasan
terhadap wanita hingga posisi wanita yang menjadi barang komoditas (Woman Abuse). Pelanggaran ini merupakan
masalah sosial yang sampai sekarang masih jadi tantangan terberat bangsa
Indonesia untuk menyelesaikannya. Keadilan yang seharusnya didapatkan Jamila
kecil sama sekali tidak Ia dapatkan, Jamila kecil selayaknya mendapatkan
pendidikan yang layak sebagai Hak-nya, tetapi yang Ia dapatkan justru perlakuan
tidak berkeprimanusiaan dari orang-orang terdekatnya, termasuk Ayahnya yang
berniat menjualnya kepada mucikari. Kemudian kasus yang menimpa adik Jamila
yang terjerat praktek prostitusi, Fatimah yang masih dibawah umur harus
bernasib tragis terjebak dalam rumah bordil di kalimantan. Selain itu,
pelanggaran HAM lainnya juga terjadi pada saat Jamila dipenjara, perlakuan
kasar seorang sipir terhadap dirinya.
Dalam bukunya, Zeffry
menungkapkan bahwa Komnas HAM telah memberikan sumbangan berarti bagi
pertumbuhan kesadaran demokrasi dan HAM, khususnya bagi penyadaran terhadap hak
masyarakat yang teraniaya (Zeffry, 2010: 96), tapi dalam kasus Jamila, Ia
merasa dirinya sudah terlampau teraniaya hingga merasa bahwa Hak dirinya sebagai
warga negara yang baik sudah tidak dimilikinya, apalagi setelah serentetan
pembunuhan yang Ia lakukan, mulai dari pembunuhan terhadap dua pria keluarga
Wardiman, pembunuhan Nurdin Sang Menteri yang sebenarnya tidak disengaja,
hingga pembunuhan laki-laki yang menyengsarakan adiknya di rumah bordil
kalimantan. Dalam kasus seperti ini sebenarnya posisi Jamila adalah seorang
korban, tetapi dalam pandangan masyarakat kebanyakan, Jamila dilihat sebagai
seorang pelacur biasa yang melakukan pembunuhan secara sengaja.
Jika mengacu pada definisi bahwa Hak asasi manusia merupakan sesuatu yang melekat pada semua orang setiap saat, hak yang tak dapat dibeli, dan hak yang dimiliki karena semata-mata sebagai manusia yang bermartabat (Zeffry, 2010: 2), memang seharusnya Jamila bisa mengajukan Hak Grasinya terhadap Presiden namun sayangnya keidealisannya terhadap pemahaman oknum pemerintahan yang pernah membuatnya kecewa membuat Ia juga enggan meminta perpanjangan masa tahanannya, kekecewaan tidak ingin Ia rasakan untuk keduakalinya, keputusan terhadap hukuman mati tetap ia jalani. Baginya hak-nya untuk hidup bahagia, aman, dan tentram sudah tak bisa lagi Ia dapatkan. Mengharapkan grasi dari Presiden pun tak akan menolongnya untuk hidup dengan hak yang layak. Kisah hidupnya yang diwarnai oleh kasus Human Trafficking dan Woman Abuse serta bayang-bayang kelam praktek prostitusi yang terjadi dalam negerinya membuat Ia merasa putus asa. Jamila merasa hukuman mati sudah pantas untuk dirinya.
Jika mengacu pada definisi bahwa Hak asasi manusia merupakan sesuatu yang melekat pada semua orang setiap saat, hak yang tak dapat dibeli, dan hak yang dimiliki karena semata-mata sebagai manusia yang bermartabat (Zeffry, 2010: 2), memang seharusnya Jamila bisa mengajukan Hak Grasinya terhadap Presiden namun sayangnya keidealisannya terhadap pemahaman oknum pemerintahan yang pernah membuatnya kecewa membuat Ia juga enggan meminta perpanjangan masa tahanannya, kekecewaan tidak ingin Ia rasakan untuk keduakalinya, keputusan terhadap hukuman mati tetap ia jalani. Baginya hak-nya untuk hidup bahagia, aman, dan tentram sudah tak bisa lagi Ia dapatkan. Mengharapkan grasi dari Presiden pun tak akan menolongnya untuk hidup dengan hak yang layak. Kisah hidupnya yang diwarnai oleh kasus Human Trafficking dan Woman Abuse serta bayang-bayang kelam praktek prostitusi yang terjadi dalam negerinya membuat Ia merasa putus asa. Jamila merasa hukuman mati sudah pantas untuk dirinya.
Sumber
Alkatiri, Zeffry. 2010. Belajar Memahami HAM. Jakarta: RUAS
Review Film Jamila dan Sang Presiden dalam http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-j021-09-843460/jamila-dan-sang-presiden#.Torf8nKU5dg
diunduh pada hari senin, 3 Oktober 2011 pukul 18:07
mantap gan, thx buat refrensinya
ReplyDelete